Sistem pendidikan hukum merupakan subsistem dari sistem pendidikan nasional di Indonesia yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu karakteristik pendidikan hukum adalah dituntut untuk memenuhi hakikat keberadaan hukum yang tidak dapat dipisahkan dengan tuntutan tegaknya kebenaran hukum dan keadilan. Untuk itu, perlu dikualifikasikan antara pendidikan hukum yang bertujuan untuk penegakan hukum dengan pendidikan hukum yang bertujuan pengembangan keilmuan. Konsekuensi logisnya, perlu dibedakan antara pendidikan yang diarahkan untuk mengeluarkan produk bermerk profesi dengan pendidikan yang ingin menghasilkan profesor. Masing-masing kualifikasi tersebut menuntut beberapa persyaratannya sendiri.
Pendidikan hukum yang bertujuan untuk mencetak para professional, menuntut adanya tenga pengajar yang berkualifikasi profesional yang memiliki pengalaman sebagai praktisi. Proses pendidikan profesional tidak mungkin diberikan oleh orang yang tidak memiliki pengalaman parktis dalam bidang yang diajarkan. Mustahil mengajar berenang di atas kursi, tetapi harus terjun ke kolam renang. Untuk itu, mata kuliah Hukum Acara, Etika Profesi, Advokatur, dan sejenisnya, menuntut untuk adanya dosen pengampu yang memiliki kualifikasi praktisi-profesional.
Proses pendidikan yang bertujuan memenuhi kompetensi professional hukum, tidak bisa lain untuk memenuhi 3 (tiga) komponen profesionalisme, yaitu Knowledge, Skill(legal technical capacity) dan moral integrity. Proses pendidikan interaktif yang berhubungan dengan pemenuhan Skill (legal technical capacity) inilah yang menuntut untuk diberikan oleh dosen pengampu yang memiliki kualifikasi professional.
Karakteristik ilmu hukum memerlukan syarat dipenuhinya metode berpikir yang memungkinkan peserta didik dapat dan terampil menegakkan hukum. Ilmu hukum tidal lepas dari Norma, Asas, dan Nilai. Ilmu hokum yang applicable memberi beban kewajiban terhadap institusi pendidikan hukum (Strata I ) untuk memberi bekal yang cukup bagi para mahasiswanya untuk menguasai ilmu hokum dan piawai mengaplikasikannya.
Problem-based learning (belajar berbasis masalah) merupakan salah satu metode yang relevan diterapkan dalam proses mencetak professional hukum. Dengan metode ini mahasiswa dilatih untuk terampil menganalisis dan memecahkan permasalahan hukum yang dihadapi. Permasalahan hukum sifatnya kaya aneka, karena berkorelasi dengan perkembangan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, ilmu dan teknologi. Dalam menghadapi permasalahan hukum yang dinamis, orang hukum dituntut untuk memiliki kompetensi strategis dalam memecahkan permasalahan hukum yang terjadi di dalam masyarakat. Untuk itu, institusi pendidikan hukum harus bertanggung-jawab untuk memberi pengetahuan dan keterampilan yang cukup bagi mahasiswanya sebagai pemegang predikat sarjana hukum. Dalam hubungan ini mahasiswa harus dilatih mengasah ketajaman pola berpikir metakognitif dan konatif, sehingga predikatnya sebagai orang hukum dapat terpenuhi.
Agar mahasiswa dapat mencerap knowledge dan legal technical capacity (Skill) yang diberikan oleh para pengampu yang kompeten, dalam proses interaksi perkuliahan, diperlukan adanya teknik penyajian maka kuliah yang cocok dengan karakteristik pengetahuan hukum yang selalu bergerak dinamis secara sentrifugal ke arah perkembngan lingkungan poleksosbud dan secara bersamaan bergerak secara sentripetal ke arah substansi nilai-nilai yang terkandung dalam perangkat aturan hukum. Misalnya penyajian mata kuliah dengan memutar film Nurenberg On Trial dalam mata kuliah Hukum Hak Asasi Internasional (International Human Rights Law), Film The Client, Street Lawyer, dalam mata kuliah Etika Profesi. Hal yang demikian akan mempengaruhi dan merubah mindset para mahasiswa ke arah pola pikir yang concern terhadap tegaknya keadilan dan memiliki empati atas martabat kemanusiaan.
Sesuai dengan watak hukum yang bersukma keadilan dan berspirit kerakyatan, maka institusi pendidikan hukum berkewajiban untuk menyadarkan para mahasiswa tentang entitas hukum yang memiliki kandungan nilai-nilai universal. Seperti kebenaran, keadilan, hak asasi manusia, egalitarian, demokratis, dan sejenisnya.
Institusi pendidikan hukum berkewajiban memberi bekal kepada para mahasiswa untuk memiliki ideologi penegakan hukum yang berorientasi keadilan dan martabat kemanusiaan. Konotasinya, produk pendidikan hukum harus memiliki komitmen menegakkan hukum yang bersukma keadilan dengan segala dimensinya baik itu moral justice, social justice, total justice, cosmic justice, yang dalam praktek penerapannya antara lain berhubungan dengan restorative justice dan transitional justice. Untuk itu, para mahasiswa hukum tidak dapat dibenarkan memiliki sikap yang asosial, apolitis dan steril dari suara nurani rakyat.
Agar para mahasiswa tidak terasing dari roh keadilan yang melekat pada predikatnya sebagai orang hukum, diperlukan adanya iklim kehidupan kampus yang kondusif bagi tumbuhnya benih-benih penegak hukum yang memiliki ideologi yang bersenyawa dengan denyut nadi hati nurani rakyat. Visi dan misi suatu institusi pendidikan dapat membantu membangkitkan spirit para penghuni kampus yang bersangkutan. Ada kampus yang menggunakan slogan With Long Tradition of Freedom, dan sejenisnya, dapat menggugah dan membudayakan tingkah laku para civitas akademika sesuai dengan nilai yang dikandungnya. Membangun budaya lembaga pendidikan hukum berarti membangun perangkat lunak (software) yang memang menuntut konsistensi dan persistensi para penanggung-jawab pendidikan hukum.
Dalam upaya memompa spirit para mahasiswa hukum, diperlukan adanya tokoh atau inspirator yang dapat membangkitkan dan mempertajam nurani para mahasiswa terhadap nilai hakiki dari keberadaan hukum. Hal ini merupakan konsekuensi dari habitat hukum yang berkorelasi dengan akal sehat (common sense) dan keadilan. Penegakan hukum yang tanpa nilai berpotensi untuk menimbulkan The Death of Common Sense dan The Death of Justice, sehingga jika banyak sarjana hukum yang demikian akan menjadi beban sosial bagi masyarakat dalam proses penegakan hukum dan pembangunan peradaban bangsa.
Referensi :
Deutschman, Alan, Change or Die, (terj. Ratih Purnamasari, Spd), Momentum, Bandung, 2008
Dweck, Carol S, Ph.D, Mindset, The New Psychology of Success, The Random House, New York, 2006
Kotter, John P, Leading Change, Harvard Business School Press, Boston, Massachussetts, l996
Prawiradilaga, Dewi Salma, prinsip Disain Pembelajaran, Prenada Media Group, Jakarta, 2008
*) Paper disampaikan dalam kegiatan Seminar Sehari “Menggagas Pembaruan Pendidikan Hukum di Indonesia”, yang diselenggarakan oleh ILRC, Jakarta, 16 Desember 2009.