Selasa, Mei 13, 2025
Mitra Hukum
  • Beranda
  • Tentang ILRC
    • Profil ILRC
    • Visi & Misi
    • Program
    • Kegiatan
    • Laporan Tahunan
  • Publikasi
    • Berita
    • Opini
    • Artikel
    • Penelitian
    • Buku dan Jurnal
    • Galeri Foto
  • Resource Center
    • Bahan Ajar
    • Putusan Pengadilan
  • Kontak Kami
  • Bahasa: Indonesian
    • English English
    • Indonesian Indonesian
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Tentang ILRC
    • Profil ILRC
    • Visi & Misi
    • Program
    • Kegiatan
    • Laporan Tahunan
  • Publikasi
    • Berita
    • Opini
    • Artikel
    • Penelitian
    • Buku dan Jurnal
    • Galeri Foto
  • Resource Center
    • Bahan Ajar
    • Putusan Pengadilan
  • Kontak Kami
  • Bahasa: Indonesian
    • English English
    • Indonesian Indonesian
No Result
View All Result
Mitra Hukum
No Result
View All Result
Home Publikasi Opini

Perspektif dan Implementasi Keadilan Sosial di dalam Pendidikan Hukum

Mitra Hukum by Mitra Hukum
Jumat Agustus 31st, 2012
in Opini
0
Pengantar

Tidak banyak fakultas hukum yang memasukan perspektif keadilan sosial di dalam kebijakannya termasuk kurikulum dan metode pengajarannya. Mungkin bukan hal yang baru bahwa keadilan sosial sudah merupakan sebuah wacana dan program untuk memajukan pendidikan hukum. Pembentukan biro konsultasi bantuan hukum adalah salah satu langkah untuk membuat pendidikan hukum mendekatkan diri dengan keadilan sosial. Ataupun program paralegal untuk masyarakat miskin di perkotaan dan pedesaan, yang dijalankan oleh mahasiswa dengan supervisi dari dosen-dosen yang mempunyai kualifikasi tertentu.  Tetapi itu semua apakah merupakan langkah yang cukup untuk mendukung perjuangan keadilan sosial untuk masyarakat miskin/marjinal.

Apa itu keadilan sosial ? terdapat banyak pengertian keadilan sosial itu sendiri, tergantung dari sudut pandangnya menurut waktu dan tempat. Keadilan sosial diartikan distribusi yang adil atas kesehatan, perumahan, kesejahteraan, pendidikan, dan sumber daya hukum di masyarakat, termasuk jika perlu adanya tindakan affermatif untuk distribusi sumber daya hukum tersebut terhadap disadvantages groups. Keadilan sosial lebih menekankan kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat (needs), dibandingkan dengan keinginan masyarakat (wants of the society).[1] Keadilan sosial juga bisa diartikan setiap warga negara memiliki kesamaan hak dan tidak memperoleh perlakukan diskriminatif, serta memperoleh perhatian baik berkenaan dengan hak pribadi maupun penundaan hak-haknya.[2] Masalah pokok keadilan sosial adalah pembagian nikmat dan beban dalam masyarakat ke dalam 3 kelompok yaitu ekonomi (uang), politik (kuasa), sosial (status).[3]

Aristoteles mendefiniskan keadilan dalam bentuk komutatif dan distributif, keadilan distributif menekankan pembagian keadilan atas dasar jasanya. Sementara keadilan komutatif melihat keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa seseorang. Keadilan sosial lebih dekat dengan makna keadilan komutatif, keadilan atas dasar persamaan (equity) tanpa melihat jasa seseorang, bahkan juga tidak melihat status sosial, ekonomi dan politik seseorang.    Seseorang berhak untuk berpendapat, dan jika pemerintah melarang secara sewenang-wenang seseorang yang tidak mempunyai status sosial, politik dan ekonomi untuk berpendapat, maka ini merupakan pelanggaran atas keadilan komutatif.

Keadilan sosial sebagai hak konstitusional, terdapat beberapa pasal yang secara eksplisit maupun implisit  menjelaskan keadilan sosial. Pasal 27 ayat (1) dan (2) menjelaskan kedudukan hukum yang sama dari setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan, kemudian juga menjelaskan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 28 A UUD 1945, juga menjelaskan hak hidup, sementara pasal 28 C ayat (1) dan pasal 31 ayat (1) sampai dengan (4) menjelaskan hak atas pendidikan. Kemudian pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menjelaskan hak untuk bertempat tinggal, lingkungan yang bersih. Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 menjelaskan kewajiban negara  terutama pemerintah untuk pemajuan, perlindungan, penegakan hak azasi manusia (HAM). Pasal-pasal tersebut sangat jelas berhubungan dengan keadilan sosial. Sila ke lima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, tidak boleh ada exploitation de l’homme par l’homme, di mana dalam mengimplementasikan keadilan sosial tidak boleh ada diskriminasi, dan harus dalam kondisi equity.

HAM adalah bagian terpenting dari keadilan sosial, karena tanpa HAM maka keadilan sosial akan berjalan secara  pincang. Untuk pemenuhan keadilan sosial membutuhkan pra-syarat non-diskriminasi, dan equity/kesetaraan. Pasal 2 ayat (1) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik/Sipol (UU No.12/2005) menegaskan tidak boleh ada diskriminasi terhadap setiap orang dalam menikmati hak-hak sipil dan politik. Begitu juga pasal 2 ayat (2) Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ekosob)/UU No.12/2005 secara tegas melarang diskriminasi pelaksaan hak-hak ekosob..  Konvensi Wina 1993 menegaskan hak-hak sipol dan hak-hak ekosob tidak bisa dipisahkan, dan saling tergantung (indivisible & inter-dependence).   Untuk pemenuhan hak-hak ekosob harus ada distribusi yang adil atas sumber daya yang tersedia, dan ketika masyararak miskin/marjinal mengakses sumber daya yang tersedia tersebut tidak boleh ada diskriminasi, dan juga harus dalam kondisi setara/equity. Keadilan atas sumber daya yang tersedia merupakan hakekat dari keadilan sosial. Ada slogan No Fair Resource Distribution No Social Justice, begitu juga Social Justice With Non-Discrimination & Equity.

Dari pemaparan atas pengertian keadilan sosial di atas, maka terdapat beberapa elemen penting yang menjadi indikator adanya  keadilan sosial yaitu :

  1. Adanya distribusi yang adil atas sumber daya ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya;
  2. Dimungkinkan adanya tindakan afirmatif (diskriminasi positif) untuk masyarakat marjinal/miskin demi mewujudkan keadilan sosial.
  3. Keadilan sosial menekankan kepada kebutuhan masyarakat marjinal/miskin (needs);
  4. Keadilan sosial diimplementasikan atas dasar non diskriminisasi, dan persamaan ;
  5. Keadilan sosial adalah hak konstitusional dan hak azasi.

Keadilan sosial mempunyai korelasi dengan pendidikan hukum. Pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi. Khususnya di fakultas hukum, pendidikan hukum dapat memberikan kontribusi untuk memperjuangkan keadilan sosial. Tidak hanya pendidikan hukum yang berperspektif keadilan sosial, tetapi juga lebih konkriet di mana unit-unit kegiatan yang ada di fakultas hukum harusnya dimaksimalkan untuk memperjuangkan keadilan sosial. Bercermin kepada penelitian Ford Foundation menemukan bahwa kegiatan-kegiatan legal clinics mempunyai dampak positif terhadap pembangunan yang adil dan berkelanjutan, begitu juga terhadap HAM, partisipasi masyarakat dan tanggungjawab pemerintah seperti yang terjadi di negara-negara berkembang (Stephen Golub : 2003).

Keadilan sosial merupakan elemen penting dari sebuah negara kesejahteraan (walfare state). Keadilan sosial juga sering dihubungkan dengan legal emprowerment. Legal empowerment merupakan kegiatan yang menggunakan hukum dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan masyarakat miskin/marjinal dengan tujuan untuk meningkatkan kontrol masyarakat miskin/marjinal terhadap kehidupannya (Stephen Golub : 2003). Legal empowerment untuk masyarakat marjinal/miskin bisa dilakukan oleh legal clinic, dengan berbagai kegiatan yang diintegrasikan kedalam kurikulum pendidikan hukum, seperti pendidikan street law, pendidikan bantuan hukum, clinical legal education (CLE). Diharapkan ada kontribusi nyata dari tenaga pengajar, dan mahasiswa untuk meningkatkan kapasitas masyarakat miskin dalam memperjuangkan keadilan sosial.

Untuk mengimplementasikan dan menjadikan keadilan sosial sebagai perspektif di dalam pendidikan hukum, maka harus ada community-oriented legal education. Pendidikan hukum yang berorientasi komunitas (masyarakat miskin/marjinal) membutuhkan alokasi kurikulum, metode pengajaran, dan sumber daya lainnya ditujukan untuk mencapai community-oriented legal education. community-oriented legal education adalah co-existence dengan orientasi pendidikan hukum yang lainnya. Tidak saling menegasikan, tetapi saling melengkapi, sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi, masyarakat miskin/marjinal dan mahasiswanya.

Mengimplementasikan  Keadilan Sosial Di Dalam Pendidikan Hukum

Street law, legal aid clinic, dan pro bono program merupakan bentuk konkriet dari implementasi keadilan sosial di dalam pendidikan hukum.  Street law, legal aid clinic dan pendidikan hukum bukanlah bentuk program baru di negara kita, bahkan pekerja-pekerja bantuan hukum sudah mengenalnya sejak konsep bantuan hukum struktural diperkenalkan tahun 1980-an. Walaupun pekerja bantuan hukum mempunyai istilah yang berbeda tentang street law, tetapi substansinya adalah sama. Seperti kegiatan yang ditujukan untuk mahasiswa fakultas hukum dan syariah dengan tujuan untuk membantu masyarakat marjinal melek hukum atas hak-hak konstitusionalnya, dan juga menjelaskan tentang lembaga-lembaga negara/non-negara yang dapat membantu mereka untuk memperjuangkan social justice.

Istilah mobile legal aid dikenal di kalangan pekerja bantuan hukum, di mana mahasiswa dan didampingi oleh pekerja bantuan hukum datang ke komunitas masyarakat marjinal/miskin untuk berdialog dengan masyarakat marjinal/miskin yang sebagai partner (mitra). Sebelum mereka datang ke komunitas, mereka terlebih dahulu harus mengikuti program Karya Latihan Bantuan Hukum (Kalabahu). Ini juga tidak lain merupakan bentuk street law, hanya saja yang melakukan bukan legal clinic/ tidak terintegrasi dengan program pendidikan hukum.

Di sini akan coba jelaskan tentang model-model implementasi keadilan sosial di dalam pendidikan hukum.

Street Law ;

Street law merupakan program yang dibentuk agar mahasiswa dapat memberikan penyadaran kepada masyarakat miskin/marjinal atas hak-haknya (hak-hak konstitusional), dan memberikan informasi tentang bagaimana mereka memperjuangkan hak-haknya tersebut. Lebih jauh, mahasiswa harus menjelaskan kepada masyarakat marjinal/miskin bagaimana hukum bekerja dan melindungi mereka. Kemudian masalah-masalah hukum apa yang harus diperhatikan/diketahui oleh masyarakat marjinal/miskin.

Street law tidak hanya membuat masyarakat sadar atas hak-haknya, tetapi juga mendorong mereka untuk mengkritisi hukum yang ada, dan berpikir ke depan untuk membuat hukum yang sesuai dengan keadilan sosial. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa keadilan sosial adalah hak konstitusional. Artinya, aturan yang berada di bawah konstitusi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi itu sendiri. Pengalaman menarik di Afrika Selatan, di mana pembentukan konstitusinya yang memberikan ruang partisipasi/konsultasi seluas-luasnya untuk public.[4]  Ruang ini yang dimamfaatkan oleh legal clinic melalui street law untuk memasukan gagasan keadilan sosial di dalam konstitusi Afrika Selatan.

Pengakuan akademis atas street law sangat penting, di mana street law sebagai sebuah mata kuliah yang terintegrasi dengan pendidikan hukum. Mahasiswa yang ikut di dalam mata kuliah street law, akan memberikan kontribusi untuk membantu masyarakat miskin/marjina mengetahui hak-hak konstitusionalnya, juga mengetahui jalur/ rute untuk memperjuangkan hak-haknya, serta “memimpikan” hukum seperti apa yang diharapkan oleh masyarakat miskin/marjinal. Mahasiswa akan dinilai atas dasar performance dalam mengaplikasikan street law. Di sisi yang lain, perguruan tinggi akan mendapatkan keuntungan atas street law ini, di mana dapat mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya pengabdian masyarakat.

Legal aid clinic;

LBH Kampus/LKBH/Unit Bantuan Hukum mempunyai tugas untuk memberikan jasa bantuan hukum terhadap masyarakat marjinal. Dan yang paling penting adalah tempat mahasiswa untuk berpraktek dalam mengaplikasikan pengetahuannya. Ada dua area dari pemberian bantuan hukum yang dilakukan oleh LBH Kampus, yaitu memberikan nasehat/pendapat hukum terhadap masyarakat miskin/marjinal yang datang ke LBH Kampus. Kemudian melakukan riset/penelitian terhadap badan-badan pemerintah/negara/non-negara yang mempunyai fokus bidang public welfare.[5]

Ketika memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin/marjinal, mahasiswa berada di bawah supervisi dosen-dosen yang berpengalaman/mempunyai qualifikasi di bidangnya. Dosen-dosen tersebut lah yang bertanggungjawab   terhadap berjalannya LBH Kampus, dan menjamin mahasiswa melakukan prakteknya di LBH Kampus. Semua surat, dokumen, nasehat, dan proses hukum yang berkaitan dengan bantuan hukum harus diketahui oleh dosen-dosen tersebut. Jika dipandang perlu, dapat membawa kasus-kasus yang berkaitan dengan keadilan sosial ke pengadilan dengan bantuan pengacara-pengacara yang mempunyai kualifikasi di bidangnya. Kemudian mahasiswa mendapatkan nilai ketika melakukan praktek di LBH Kampus atas dasar performance-nya.

Kaitannya dengan riset untuk kompilasi data-data tentang badan-badan publik yang menyelenggarakan kegiatan berhubungan dengan public welfare agency, bertujuan untuk membantu LBH Kampus di dalam membuat data base tentang public welfare agency yang berguna untuk advokasi kasus. Ketika ada masalah yang berkaitan dengan public welfare , maka LBH Kampus akan dengan mudah menemukan informasi tentang public welfare agencies yang relevan dengan kasus-kasus tersebut. Mahasiswa melakukan riset tentang public welfare agency ketika musim liburan tiba. Kemudian mahasiswa menyusun laporan hasil risetnya, yang akan diintegrasikan dengan nilai untuk mata kuliah bantuan hukum.

LBH Kampus juga bisa menyelenggarkan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di komunitas di desa atau kota tempat masyarakat miskin/marjinal bertempat tinggal. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan ketika KKN, misalnya pendidikan paralegal ataupun pendidikan hukum kritis untuk pengembangan hukum komunitas/lokal ataupun mengembangkan solusi penyelesaian hukum alternatif. KKN diintegrasikan dengan kurikulum pendidikan hukum, sehingga ada pengakuan akademis terhadap kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keadilan sosial.

Tetapi yang perlu diperhatikan adalah kapasitas internal LBH Kampus itu sendiri. Penelitian yang dilaksanakan oleh ILRC dan Komisi Hukum Nasional (KHN) menemukan bahwa terdapat beberapa permasalahan di dalam internal LBH Kampus, yaitu pertama, terbatasnya Sumber Daya Masyarakat (SDM) yang terlibat di dalam LBH Kampus, kedua belum memadainya sistem yang dipergunakan untuk mengatur sumber daya LBH Kampus sejak rekruitmen, pengembangan kapasitas maupun kesejahteraan. Kemudian ketiga, terdapat masalah klasik yaitu belum tersedianya pendanaan yang sustainable, dan tidak adanya Standard Operational Procedure (SOP).[6]

Pro Bono Program.

Sudah merupakan tugas pengacara profit untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin/marjinal. Tugas inilah yang disebut dengan pro bono. Tidak semua kantor hukum menjalankan pro bono, meskipun undang-undang Advokat mewajibkannnya. Idealnya setiap kantor hukum mempunyai tugas untuk menjalankan pro bono. UU Advokat sendiri tidak menjelaskan seberapa jauh seorang advokat harus menjalankan tugas pro bono. Misalnya, ketika sebuah kantor advokat mengani sepuluh kasus, maka empat dari kasus tersebut merupakan implementasi pro bono.

Pro bono program kaitannya dengan pendidikan hukum adalah ketika LBH Kampus kekurangan sumber daya untuk menjalankan  litigasi, maka LBH Kampus dapat bekerja sama dengan kantor-kantor hukum untuk membantu litigasi tersebut atas dasar tugas pro bono dari seorang advokat. Seorang advokat tidak hanya dapat membantu LBH Kampus dalam litigasi, tetapi juga melatih mahasiswa keterampilan mahasiswa dalam litigasi, mediasi, dan hal-hal lain yang relevan dengan kegiatan legal clinic. Seorang advokat juga bisa melakukan membantu LBH Kampus untuk melakukan supervisi dalam  penanganan kasus-kasus yang berhubungan dengan sosial justice dengan memperhatikan

Untuk mewujudkan model pro bono di dalam community-oriented legal education membutuhkan kerja sama antara institusi pendidikan hukum dengan kantor Advokat yang mempunyai komitmen untuk mengimplementasikan tugas pro bono-nya, dan juga mempunya perhatian terhadap permasalahan keadilan sosial.

Penutup

Perspektif keadilan sosial perlu diintegrasikan ke dalam pendidikan hukum, sebagai salah satu aktvitas untuk mewujudkan pengabdian kepada masyarakat. Pengimplementasian keadilan sosial di dalam pendidikan hukum dapat dalam bentuk community-oriented education legal dengan model seperti Street Law, Legal Aid Clinic dan Pro Bono Program. Baik mahasiswa maupun perguruan tinggi akan memperoleh mamfaat atas pengimplementasian keadilan sosial di dalam pendidikan hukum. Di mana mahasiswa akan memperoleh kredit yang diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan ketika mengikuti community-oriented legal education. Juga akan menambah pengetahuan serta skill mahasiswa dalam hal penanganan kasus-kasus yang berhubungan dengan keadilan sosial. Di sisi lain, perguruan tinggi akan terbantu untuk mengimplementasikan pengabdian masyarakat. Yang paling penting adalah masyarakat marjinal/miskin akan memperoleh mamfaat dari community-oriented legal education misalnya dalam mengetahui hak-hak konstitusionalnya, maupun  memahami cara kerja hukum/cara memperoleh hak-haknya, dan juga mendorong reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin/marjinal.



[1]  David McQuoid-Mason, Teaching Social Justice To Law Students Through Community Service-The South African Experience, 1-2 (2004)

[2] Rochmat Wahab, Impelementasi Prinsip Keadilan Sosial Bidang Pendidikan Di Indonesia Pasca Reformasi, 73 (2008)

[3]   Busro Muqodas, Kata Pengantar Di Dalam Komisi Yudisial Dan Keadilan Sosial, xi (2008)

[4] Supra note 1 at 6

[5] Supra note 1 at 4-5

[6] Draft Kertas Kerja, Revitalisasi LKBH Dalam Rangka Memperkuat Akses Keadilan Untuk Masyarakat Marjinal, 80 (2008)

Previous Post

"Wabah Sophisme" dalam Pendidikan Hukum

Next Post

Pengabdian Masyarakat untuk Keadilan

Next Post

Pengabdian Masyarakat untuk Keadilan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


No Result
View All Result

ALAMAT ILRC

  • Jl. Menara Air I, No 32, Manggarai.
  • Jakarta Selatan – DKI Jakarta
  • Phone (021) 837 98 646
  • mail : ilrc-indonesia@cbn.net.id

PUBLIKASI

  • Berita
  • Opini
  • Artikel
  • Penelitian
  • Buku dan Jurnal
  • Galeri Foto

RESOURCE CENTER

  • Bahan Ajar
  • Putusan Pengadilan

ORGANISASI ILRC

  • Profil ILRC
  • Visi & Misi
  • Organisasi
  • Program
  • Kegiatan
  • Laporan Tahunan
  • Beranda

© 2019 Indonesian Legal Resources Center, ILRC - Designed by delapancahaya.id

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Tentang ILRC
    • Profil ILRC
    • Visi & Misi
    • Program
    • Kegiatan
    • Laporan Tahunan
  • Publikasi
    • Berita
    • Opini
    • Artikel
    • Penelitian
    • Buku dan Jurnal
    • Galeri Foto
  • Resource Center
    • Bahan Ajar
    • Putusan Pengadilan
  • Kontak Kami
  • Bahasa: Indonesian
    • English English
    • Indonesian Indonesian

© 2019 Indonesian Legal Resources Center, ILRC - Designed by delapancahaya.id

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In