Sebelum lahirnya UU Bantuan Hukum, istilah Paralegal tidak ditemukan dalam satu-pun peraturan perundang-undangan di Indonesia, pengakuan peran mereka dalam memberikan bantuan hukum berasal dari komunitasnya sendiri. UU 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum mengakui peran paralegal, dosen dan mahasiswa sebagai bagian dari pemberi bantuan hukum, yang direkrut dan dididik oleh organisasi bantuan hukum. UU ini merupakan jawaban dari beragam kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law) sekaligus hak untuk mendapatkan peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial).
Pada tatanan sosiologis, praktek keparalegalan telah berlangsung sejak tahun 1990an, dengan beragam penggunaan istilah seperti “pedamping”, “pekerja sosial”, atau “paralegal komunitas” dan bekerja berdasarkan issue-issue spesifik dari Lembaga yang memfasilitasinya, seperti paralegal buruh, paralegal hutan, paralegal gambut, paralegal desa, paralegal masyarakat adat atau paralegal perempuan dan anak. Keberagaman paralegal ini dapat diklaster menjadi 4 kategori yaitu (1) Paralegal Komunitas; (2) Paralegal di OBH; (3) Paralegal Kantor Hukum; dan (4) Paralegal sebagai bagian dari program pemerintah. Keberagaman paralegal ini menyebabkan terdapat kesulitan dalam mendefiniskan paralegal, tugas dan fungsinya. Disisi lain, khususnya di kalangan profesi hukum, terdapat kekhawatiran paralegal akan seperti pokrol bamboo yang bersifat kontraproduktif dengan tujuan pemberian bantuan hukum.
Untuk mengatur lebih lanjut tentang Paralegal yang berada dibawah ketentuan UU Bantuan Hukum, diterbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum (Permen Paralegal). Permen Paralegal ini menggarisbawahi persoalan bantuan hukum yaitu: a) pemberian Bantuan Hukum saat ini belum menjangkau seluruh masyarakat Indonesia karena adanya keterbatasan pelaksana Bantuan Hukum sehingga diperlukan peran Paralegal untuk meningkatkan jangkauan pemberian Bantuan Hukum; b) untuk memenuhi kualifikasi Paralegal dan pemberdayaan Paralegal dalam pemberian Bantuan Hukum perlu diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan.
Permen Paralegal ini juga telah mengakomodir masukan masyarakat sipil terkait dengan masalah akreditasi dan verikasi, pelatihan, dan pengawasan yang diletakkan pada organisasi bantuan hukum yang merekrut paralegal, dan negara dalam hal ini menerima pencatatan nama-nama paralegal yang disupervisi masing-masing organisasi pemberi bantuan hukum.
Namun Permen Paralegal ini diuji ke Mahkamah Agung oleh 18 orang advokat yang diketuai Biveren Aruan selaku pemohon, yang kemudian Mahkamah Agung memutus membatalkan pasal 11 dan pasal 12 yang mengatur ruang lingkup kerja paralegal yaitu mendampingi dan memberikan bantuan hukum baik di dalam atau di luar pengadilan.
Berdasarkan dinamika paralegal tersebut diatas, Indonesian Legal Resource Center (ILRC) memandang penting untuk mengangkat tema “Paralegal dan Akses Keadilan di Indonesia” dalam Jurnal Keadilan Sosial No.1 tahun 2019.
PERSYARATAN
1. Isu-isu yang dapat dijadikan pembahasan dalam jurnal ini, dapat meliputi namun tidak terbatas pada isu: (a) Keberagaman Paralegal di Indonesia; (b) Peran dan Fungsi Paralegal untuk Kelompok Rentan dan Marginal; (c) Keberlanjutan Program Paralegal;
2. Tulisan belum pernah dipublikasikan baik di media cetak maupun online;
3. Tulisan dapat mempergunakan Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia, dengan abstract dan kata kunci (jika tulisan dalam Bahasa Indonesia, abstract harus dalam bahasa Inggris; jika tulisan dalam bahasa Inggris, abstract harus dalam Bahasa Indonesia)
4. Setiap tulisan dibatasi minimal 4.500 kata dan maksimal 5.000 kata atau setara dengan 15-17 halaman, menggunakan font Times New Roman, ukuran 12, spasi 1,5 , kertas ukuran A4.
5. Penggunaan kutipan hendaknya berisi keterangan sumber tulisan yang terdiri dari penulis, nama artikel atau buku, lengkap dengan letak halaman.
Contoh catatan kaki: Satjipto Rahardjo, Pendidikan Hukum sebagai Pendidikan Manusia, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), hlm. 20.
6. Daftar perpustakaan hendaknya terdiri dari penulis, nama artikel atau buku, cetakan, nama kota dan nama penerbit.
Contoh daftar pustaka: Rahardjo, Satjipto, 2009. Pendidikan Hukum sebagai Pendidikan Manusia. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Genta Publishing.
7. Tulisan dilengkapi dengan Curriculum Vitae (CV), beserta alamat email dan nomor telephone yang dapat dihubungi. Tiap tulisan yang masuk akan diseleksi dan dibahas oleh sebuah Tim Review yang ditunjuk oleh dewan redaksi.
8. Naskah paling lambat diterima pada 26 Mei 2019 Pukul 23.59 WIB, dikirim melalui surel ke Email: ilrc.mitrapembaharuan@gmail.com cc sitiaminah.tardi@gmail.com dengan judul: JURNAL_ (NAMA PENULIS)
ingin bertanya, apakah ada informasi lebih lengkap terkait postingan berikut?
apabila tulisan lolos seleksi apa tahap selanjutnya? apakah tulisan akan diterbitkan? dan apakah publikasi setingkat jurnal nasional atau terindeks scopus? mohon jawabannya. terimakasih.