(Jogjakarta,16/12/2020) The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) telah melakukan riset persepsi masyarakat pencari keadilan tentang peran paralegal dalam pemenuhan akses keadilan melalui bantuan hukum pada 2018. Berdasarkan riset tersebut, tergambar 74 % dari seluruh responden tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan paralegal, dan hanya 26 % yang mengetahui apa yang dimaksud dengan paralegal. Kemudian 69 % responden menyatakan tidak pernah mendapatkan layanan bantuan hukum dari paralegal. Kemudian, berdasarkan riset tersebut merekomendasikan adanya pengakuan dan imunitas untuk paralagel yaitu melalui revisi Peraturan Menteri Hukum dan Hak-Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum.
Berbicara tentang paralegal pada umumnya pencari keadilan menegtahui bahwa paralegal adalah memberi pelayanan yang sama dengan yang dilakukan lembaga-lembaga hukum, tetapi tidak mempunyai pendidikan formal yang lazim dimiliki oleh para advokat ahli. Dalam penelitian tersebut The Indonesia Legal Resorce Center bekerja sama dengan LKBH FH UII Jogjakarta (Ockhy Loedvian) dan LBH Jogjakarta (Abdul malik Akdom) yang di mana mereka tunjuk sebagai peneliti untuk melakukan Penelitian Perihal Pesepsi Publik Terhadap Paralegal dalam akses pencari keadilan di wilayah DI Jogjakarta.
Dalam pemaparannya melalui online (zoom) Ockhy menyebutkan : Maksud dan tujuan penelitian dan metoda penelitian yang digunakan. Di akhir penelitian Ockhy Loedvian menyebutkan Data dari hasil Penelitian kemudian di diskusikan dalam Focus Group Discussion yang diselenggatakan di tanggal 10 November 2020 dengan melibatkan berbagai responden diantaranya perwakilan Aparat Penegak Hukum, Organisasi Advokat, Paralegal Komunitas serta Paralegal kampus LKBH FH UII, Media, Pemerintah Kota/Kabupaten, Kanwil Kementrian Hukum dan Ham, BP2TP2a dan Pencari Keadilan. Dalam FGD tersebut menyimpulkan bahwa secara mayoritas seluruh responden mengetahui dan memberikan kesan positif terhadap eksistensi Paralegal. Dalam diskusi terdapat terdapat banyak rekomendasi di antaranya bagaimana untuk peningkatan kualitas, kinerja Paralegal dalam hal memberikan pelayanan pemberian bantuan hukum bagi para pencari keadilan.Dan jaminan undang-undang yang baik terhadap Paralegal dan dukungan besar dengan timpahnya jumlah pencari keadilan dengan eksistensi Organisasi Bantuan Hukum.
Focus Group Discussion Persepsi Publik Terhadap Peran Paralegal di DI Jogjakarta yang digelar oleh LKBH FH UII Jogjakarta, LBH Jogjakarta Kerjasama dengan The Indonesian Legal Resorce Center Jakarta
Abdul Malik Akdom menyampaikan bahwa paralegal di Indonesia baru mulai mendapat legitimasi setelah sekian lama melakukan kerja-kerja bantuan hukum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Bantuan Hukum antara lain disebutkan bahwa “Pemberi Bantuan Hukum berhak melakdiskusi ukan rekrutmen terhadap pengacara, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum”. Sementara itu dalam pasal 10 antara lain disebutkan bahwa “Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum”.
Meskipun sebelum Undang-undang bantuan hukum paralegal lebih dikenal dengan istilah “relawan pendamping” dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga kemudian “pekerja sosial” diatu dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang sudah dicabut dan diubah menjadi undang-undang republik indonesia nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak (UUSPA).
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menjadi hal yang sangat fundamental untuk melegitimasi paralegal dalam melakukan kerja-kerja bantuan hukum untuk membantu pencari keadilan . terlebih pemerintah menerbitkan peraturan menteri hukum dan hak asasi manusia republik indonesia nomor 01 tahun 2018 tentang paralegal dalam pemberian bantuan hukum (Permenkumham No 1/2018) meskipun baru tiga (3) bulan diberlakukan dalam perjalanannya Permenkumham 1/2018 tersebut di gugat oleh sejumlah advokat ke Mahkamah Agung kemudian dikabulkan sebagian untuk mencabut pasal 11 dan 12 terkait pendampingan bantuan hukum secara litigasi yang dilakukan oleh Paralegal.
Dalam FGD berlangsung Abdul Malik Akdom menyebutkan maksud dan tujuan penelitian tersebut, metoda yang digunakan dan ringkasan eksekutif serta temuan_temuan dilapangan saat melakukan peneltian. Di akhir kegiatan FGD Ockhy Loedvian menambahkan Analisa hasil dari responden yang mengisi questioner.